Selasa, 30 Mei 2017

FADILAH SHOLATBTARAWIH

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -1:

Dosa-dosa orang yang beriman keluar darinya pada malam pertama sepe rti hari dilahirkan ibunya.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -2:
Dirinya diampuni juga (dosa) kedua orang tuannya jika keduanya beriman.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke 3:
Malaikat memanggil dari bawah ‘Arsy: Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosamu yang lalu!’

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -4:
Baginya pahala seperti pahala membaca Taurat, Injil, Zabur dan Al Furqan (Al Qur’an).

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -5:
Allah memberinya pahala seperti orang yang shalat di Masjidil Haram, Masjid Madinah, dan Masjid Aqsha.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -6
Allah memberinya pahala seperti orang yang melakukan thawaf mengelilingi Baitul Makmur dan bebatuan pun memohonkan ampunan baginya.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke 07:
Seakan-akan dia bertemu Musa as dan kemenangannya atas firaun dan Haman.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -8:
Allah memberikan kepadanya seperti apa yang telah diberikan-Nya kepada Ibrahim ‘Alaihis Salam.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke-9:
Seakan-akan dia beribadah kepada Allah seperti ibadahnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke-10:
Allah memberikan rezeki kepadanya kebaikan dunia dan akhirat.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -11:
Dirinya keluar dari dunia seperti hari kelahirannya dari rahim ibunya.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -12:
Pada hari kiamat dirinya akan dating seperti bulan di malam purnama.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -13:
Pada hari kiamat dia akan datang dengan keamanan dari segala keburukan.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -14:
Malaikat datang untuk menyaksikannya shalat taraweh dan kelak Allah tidak akan menghisabnya pada hari kiamat.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -15:
Para malaikat dan para malaikat pembawa Arsy dan kursi bershalawat kepadanya.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -16:
Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan baginya kebebasan dari api neraka dan dimasukan ke surga.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -17:
Diberikan pahala seperti pahala para Nabi.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -18:
Para malaikat memanggil, ‘Wahai Abdullah, sesungguhnya Allah telah meridhaimu dan meridhai kedua orang tuamu.’

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -19:
Allah mengangkat derajatnya di surge Firdaus.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -20:
Dia diberikan pahala para syuhada dan orang-orang shaleh.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -21:
Allah membangunkan baginya sebuah rumah dari cahaya di surga.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -22
Pada hari kiamat ia akan datang dengan rasa aman dari semua kesulitan dan kecemasan.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -23:
Allah membangun baginya sebuah kota di surga.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -24:
Dikatakan kepadanya, ‘Ada 24 doa yang dikabulkan.’

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -25:
Allah mengangkat siksa kubur darinya.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -26:
Allah mengangkatnya seperti pahala 40 ulama.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -27:
Pada hari kiamat ia akan melintasi Shirathul Mustaqim bagai kilat yang menyambar.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -28:
Allah mengangkatnya 1000 derajat di surga.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -29:
Allah memberikan ganjaran baginya 1000 hujjah (argumentasi) yang dapat diterima.

FADHILAH TARAWIH MALAM ke -30 :
SWT berfirman : Hai Hambaku, makanlah buah-buahan di dalam surga dan mandilah engkau dengan air Salsabil dan minumlah dari telaga kautsar, Aku tuhanmu dan engkau hamba-Ku.

Bersumber dari sabda Baginda Nabi Muhammad S.A.W yang diriwayatkan oleh Sahabat Ali bin Abi Tholib.kwj yang di kutip dari kitab Durrotun Nasihin.

MENDOAKAN ORANG MATI HARAM

Haram Mendo’akan Orang MATI

(Budayakan membaca dahalu sebelum komen)

Suatu hari Kiai Paijo sepulang dari kuburan, bertemu dengan Pemuda berjubah dan celana cingkrang. Pemuda tersebut menghampiri Kiai Paijo dan hendak bertanya. Pertanyaan pun seolah-olah ingin mengajak debat dan di bumbui aroma-aroma ingin mengetes.
Pemuda tersebut bertanya “ Pak Kiai, Bagaimana Hukumnya mendo’akan orang mati ?”.
Pak Kiai menjawab “ Haram!!!” 
Pemuda itu pun kaget. Sebab, jawabannys di luar perkiraan. Lekas pemuda itu bertanya lagi “ alasanya pak kiai ?”
“ ya udah jelas kan. Sebagai seorang muslim kita harus berkata yang baik, apalagi ini mendo’akan seseorang. Seharusnya kan kita mendo’akan agar dia banyak rezki, selalu di beri kesehatan, menjadi orang sholeh. Bukan malam mendo’akan orang Mati. Itu kan tidak baik, jadi haram. “
Dengan wajah malu pemuda tersebut pergi meninggalkannya.
Jadi, buat kalian semua sebagai sesama muslim janganlah saling menghujat apa lagi memjelek-jelekan atau malah mendo’akannya mati. Meskipun dia adalah orang yang buruk pekertinya jangan kita hujat, seharusnya kita malah rangkul dia dan tunjukan kepada kebenaran.
Cerita ini hanya Humor Belaka, apabila ada kesalahan penulis meminta maaf sebesar-besarnya.

PERAN NU

ANDA DIBUBARKAN? UMAT YANG MINTA!

1. Siapa yang berjuang menumpas penjajah Jepang?

Jawabannya: NU, melalui barisan Hizbullah dan lainnya.

2. Siapa yang membumikan nama Indonesia dan mengusulkan Ir. Soekarno sebagai pemimpin?

Jawabannya: NU, melalui muktamar Banjarmasi sebelum kemerdekaan.

3. Siapa yang berijtihad bahwa Indonesia adalah negara Darussalam yang harus diperjuangkan?

Jawabannya: NU, melalui Bahtsul Masail dipenghujung tahun 1930-an.

4. Siapa yang mengeluarkan resolusi Jihad?

Jawabannya: NU, melalui fatwa Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari tanggal 22 Oktober. Memicu kejadian bersejarah tanggal 10 November.

5. Siapa yang menengahi perseteruan Nasionalis dan Islamis saat membuat dasar negara?

Jawabannya: NU, melalui sosok KH. Wahid Hasyim yang saat itu mengambil lima intisari Piagam Madinah.

6. Siapa yang meminta negara tetap mengayomi umat Islam pasca penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila?

Jawabannya: NU, tatkala KH. Wahid Hasyim meminta dibentuk Departemen Agama.

7. Siapa yang dulu menetralisir kebijakan berbau komunisnya Bung Karno?

Jawabannya: NU, saat Kyai Wahab secara gesit masuk dalam barisan Nasakom untuk menghadang PKI mempengaruhi Soekarno.

8. Siapa yang menjaga keutuhan negara dan ikut bertempur saat Komunis melajalela?

Jawabannya: NU, melalui santri pondok dan barisan Pagar Nusa. Sebab waktu itu sasarannya adalah Kyai pondok.

9. Siapa yang berijtihad saat asas tunggal diberlakukan negara?

Jawabannya: NU, dimasa Kyai Ahmad Siddiq secara gesit menerima asas tunggal Pancasila dengan dalil-dalil sharih.

10. Siapa yang meminta pemerintah mengayomi seluruh ormas Islam di Indonesia?

Jawabannya: NU, melalui sosok KH. Ibrahim Hosen (ayahnya Gus Nadirsyah Hosen yang dituduh syiah, liberal, anti-Islam, wa akhawatuha itu) melalui usulan dibentuknya MUI. Beliau juga yang meletakkan dasar-dasar ijtihad ijtima'i ala NU dalam tubuh MUI.

Sekelompok orang yang organisasinya dibubarkan berteriak lantang, "negara jangan semena-mena membubarkan kami, ingat, umat Islamlah yang memperjuangkan negara ini dari masa ke masa!!"

Jangan hanya like, kopi langsung kirim ke yang lain...Biar ngerti tentang perjuangan NU

#NUsaklawase

Al munqdz Min Adlolaal 1

[1]*

SIAPA SANG PENYELAMAT ITU?

Imam Al-Ghazali dengan mantap menamakan kitabnya “Sang Penyelamat dari Kesesatan”. Tapi benarkah, ditinjau dari satu sisi dan sisi yang lain, kitab ini layak dinamai demikian? Setidaknya ada tiga alasan untuk mengetahui kepada siapa label “Sang Penyelamat” itu ditujukan: Pertama, Sang penyelamat itu adalah Al-Ghazali. Kedua, Sang penyelamat itu adalah kitab itu sendiri. Ketiga, Sang penyelamat itu adalah jalan tasawuf yang menjadi pelabuhan terakhir Al-Ghazali setelah pencarian panjangnya.

Ketiga-tiganya memiliki alasan yang sama-sama kuat untuk dijadikan pijakan mana yang lebih sesuai. Saya pernah membaca salah satu Caping (catatan pinggir) GM yang membahas tentang Al-Ghazali. Di sana ia mengatakan bahwa Sang Penyelamat itu tak lain adalah Al-Ghazali itu sendiri. Tapi agaknya kita perlu menyelam lebih dalam untuk mengambil kesimpulan. Alasan pertama kuat karena menurut adatnya Ulama dahulu, atau bahkan sekarang, dalam menulis kitab, adalah dengan mengunggulkan adakalanya: (1) ilmu yang dibahas dalam kitab itu; (2) nilai lebih kitab yang ia karang. Dari alasan ini, agaknya tidak berlebihan jika Sang Penyelamat itu dinisbatkan kepada Al-Ghazali, pengarang kitab itu.

Alasan kedua juga tak kalah kuat. Kitab-kitab Ulama salaf diberi nama tidak sembarangan dan asal-asalan. Ketika memilih nama kitab, mereka benar-benar selektif dan sudah mempertimbangkannya matang-matang. Boleh jadi, dalam memberi nama kitab ini, Al-Ghazali tabarukan dengan metode al-Quran dalam menyebut kitab Tuhan itu. Al-Quran disebut dengan beberapa sebutan: Al-Furqon, Al-Nur, Al-Huda, dll. Dengan kata lain, penyematan kata “Sang Penyelamat” untuk nama kitab, mengindikasikan keinginan Al-Ghazali agar kitab yang ia karang benar-benar jadi penyelamat untuk mereka yang membacanya.

Alasan ketiga juga masuk dalam daftar. Ialah jalan atau cara yang ditempuh Al-Ghazali setelah pencarian yang seolah tanpa ujung. Dalam kitab ini, Al-Ghazali menceritakan dengan sangat dramatis bagaimana dirinya meragukan semua disiplin ilmu untuk memuaskan dahaga intelektual dan intuisinya. Nanti akan diceritakan bagaimana Al-Ghazali mempelajari teologi, filsafat, batiniyyah, dan akhirnya tasawuf. Penyandaran “Sang Penyelamat” untuk jalan Tasawuf yang akhirnya ia tempuh juga cukup kuat untuk dijadikan dalil bahwa Al-Munqidz di sini adalah tasawuf yang menjadi pelabuhan terakhirnya.

Karena ketiga alasan ini sama-sama kuat, saya tidak berani membenarkan satu di antara ketiganya. Lebih baik kita mengakui ketiganya sebagai yang berpotensi benar. Dan paling tidak kita sudah menggali alasan masing-masing dari penisbatan “Sang Penyelamat” itu. Dan dengan demikian, kita akan teruskan pembahasan kita dengan legowo.

KENAPA KITAB INI DITULIS?

Kitab ini ditulis Al-Ghazali karena ada permintaan dari orang, boleh jadi adalah muridnya, untuk membeberkan apa yang Al-Ghazali tempuh dari pencariannya atas ‘batas’ ilmu dan rahasia-rahasianya beserta pembawa ilmu yang menjelma menjadi mazhab-mazhab tertentu. Pertama-tama, Al-Ghazali mempelajari Ilmu Kalam, kemudian Bathiniyyah—atau dalam bahasa lain Ta’limiyyah, kemudian filsafat, kemudian tasawuf, dan berakhirlah ia di sana.

Dalam catatan Abdurrahman Badawi, kitab “Al-Munqidz min Al-Dhalal” masuk ke dalam kitab yang disepakati kebenarannya sebagai kitabnya Al-Ghazali. Nama lengkap kitab ini adalah “Al-Munqidz min wa Al-Mufassih an Al-Ahwal” (المنقذ من الضلال والمفصح عن الأحوال). Jika melihat isi dari kitab ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa kitab ini merupakan kitab yang ia karang di masa terakhir hidupnya. Imam Al-Ghazali berusia relatif pendek, yakni 55 tahun (450-505 H.). Diceritakan bahwa ia sudah menjadi Dosen di Madrasah Nizamiyyah milik Nizamul Mulk, sejak umur 34 tahun. Baru sekitar 4 tahun mengajar dan mendapatkan posisi yang mulia dan harta yang begitu melimpah, ia memutuskan untuk berhenti dan memulai perjalanan ruhaninya dari satu tempat ke tempat yang lain. Semua itu ia ceritakan dalam kitab ini. Berarti, kitab ini ia karang setelah ia melewati masa-masa pencarian dan kembali ke kampung halamannya dengan hati dan pikiran yang bersih dari pengaruh dunia.

Tak disangka, Al-Ghazali begitu berani menuturkan kisahnya mulai dari ia muda, menjadi dosen di Nizamiyyah, sampai perjalanannya mencari kebenaran. Inilah otobiografi Ulama Islam yang paling fenomenal. Kitab ini seolah ingin menunjukkan bahwa tak ada siapapun, baik Ulama dan apalagi orang awam, yang bisa lepas dari nafsu duniawi. Karir akademik yang begitu sempurna dan kecerdasan serta kematangan berpikir yang membikin orang berdecak kagum, ternyata bukan kehidupan yang bisa memuaskan batin tiap orang. Al-Ghazali-lah saksinya. Ia-lah Ulama yang mengajarkan Ulama untuk mengajari orang awam, dan ia-lah Ulama yang mengajari orang awam untuk menjadi kekasih Tuhan yang derajatnya bisa mengungguli Ulama yang telah mengajarinya.

Secara halus Al-Ghazali mengkritik Ulama yang masih mengejar prestis dalam menyebarkan ilmu, tidak ikhlas karena Allah, dan membangga-banggakan keilmuannya. Bahkan di salah satu kitab, atau risalah, ia menerangkan betapa siapapun ia dan dari manapun ia, tak akan bisa lepas dari godaan setan. Risalah itu berjudul “Al-Kasyfu wa Al-Tabyin fi Ghurur Al-Khalq Al-Ajma’in” yang membahas dengan gamblang bahwa seorang Ulama pun punya cobaannya masing-masing yang tak kasat dan sering menjerumuskan. Dengan demikian, praktis bisa dikatakan bahwa siapapun Ulama yang tak mengenal Al-Ghazali dan membaca kitabnya, masih dipertanyakan ke-Ulama-annya: ya, adakalanya ia Ulama yang tergoda nafsu dunia tanpa ia sadari, atau adakalanya ia Ulama yang sadar akan godaan dunia tapi terlanjur dengan santai menikmati fasilitas dunia. Dalam perkara ini, kitabnya Ihya’ Ulum Al-Din bisa dirujuk.

AWAL SEMULA

Al-Ghazali membuka ceritanya dengan memaparkan firah manusia yang berbeda-beda. Tapi dengan satu sifat: Laut yang Dalam (bahrun ‘amiqun) yang siap menenggelamkan siapapun. Manusia satu sama lain berbeda agama. Jika pun mereka satu agama, mereka juga bisa berbeda Mazhab atau aliran. Jika pun mereka satu Mazhab, mereka juga bisa berbeda organisasi, dan seterusnya. Semua ini menurut Al-Ghazali adalah laut yang menenggelamkan, meskipun tidak dipungkiri bahwa perbedaan itu sudah digariskan oleh Tuhan dan bahkan sudah diperingatkan oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya: “Umatku akan terpecah-belah menjadi 27 kelompok...”

Al-Ghazali hidup dengan rasa ingin tahu yang tinggi, yang bakal mengantarkannya pada “petualangan” intelektual yang tidak dialami siapapun dalam dunia Islam. Ia bercerita bahwa sebelum ia berusia 20 tahun, sampai ia berusia 50 tahun, ia selalu mencari apa itu kebenaran. Ia mengarungi “laut yang dalam” itu untuk membuktikan mana yang paling benar. Ia berkata: “Dan kuperiksa akidah semua golongan, kusingkap rahasia-rahasia mazhab dari semua kelompok, untuk membedakan mana yang benar dan mana yang batil.” Dan benar, nantinya, ia akan menceritakan secara detil mazahab-mazhab apa yang ia pelajari dan ia telanjangi untuk ia bedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Yang menarik diperbincangkan di sini adalah bagaimana Al-Ghazali mengomentari fenomena “agama sebagai warisan” seperti yang akhir-akhir ini viral setelah dibahas oleh Afi Nihaya melalui status facebooknya. Al-Ghazali tidak menampik bahwa orang yang lahir di lingkungan Kristen, praktis akan menjadi kristen, dan orang yang lahir di lingkungan Islam akan tumbuh menjadi Muslim. Dengan semangat yang menggebu, Al-Ghazali ingin menggali fitrah paling priordial dari diri manusia. Ia mengutip hadis Nabi yang berbunyi: “Setiap bayi lahir dalam keadaan suci...” Dan fitrah/kesucian inilah yang ingin diburu Al-Ghazali: adakah di sana, selain fanatisme mazhab dan godaan nafsu yang menjerumuskan, sifat manusia yang bisa dibedakan mana yang warisan dan hanya taklid, dan mana yang itu adalah potensi terberi tiap manusia untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Untuk sampai ke sana, Al-Ghazali harus menyelam ke dalam intisari tiap mazahab, untuk memisahkan mana fanatisme buta dan mana ‘lubuk hati’ yang bisa dimasuki kebenaran yang tanpa syak-wasangka. Tak lain dan tak bukan, Al-Ghazali ingin mengetahui dan sekaligus menujukkan mana ilmu yang available: yakni, ilmu yang mana objeknya bisa disingkap sehingga tidak menyisakan sedikit pun keraguan (la yabqa ma’ahu raibun). Dan tepat di sinilah Al-Ghazali memijakkan langkah. Ia memberi satu pijakan yang kuat sebelum ia menjelaskan mazhab-mazhab yang pernah ia pelajari, yakni: “Ilmu yang tidak membikin hati tenang, maka ia bukan ilmu yang bisa dipercaya.” (Bersambung...)*

Senin, 29 Mei 2017

ISLAM NUSANTARA

WONG JOWO WAJIB MOCO SUPOYO PAHAM ISLAM NUSANTARA

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah orang yang sudah meninggal: setiap hari dikirimi doa, tumpeng. Tapi, hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.
Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.
Ternyata, jaman dulu ada orang belanda yang sudah menceritakan santri NU, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje itu hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tuganya menghancurkan Islam Indonesia, karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok mewlawan Belanda.
Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Tapi C. Snock Hurgronje belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.
Begitu ke Indonesia, C. Snock Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari C. Snock Hurgronje itu tidak ada.
Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya pangeran. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.
Maka, ketika C. Snock Hurgronje bingung, dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syeh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa. Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego). C. Snock Hurgronje tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz . Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , konslet. Begitu
ditutu , ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice , padahal disini sudah dinamai gabah . Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir , disana masih ruz, rice . Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice. Begitu diambil cicak satu, disini namanya
upa , disana namanya masih ruz, rice . Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih
ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan
ajur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice .
Inilah bangsa aneh, yang membuat C. Snock Hurgronje judeg, pusing. Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal:
(1)kethune miring sarunge nglinting
(berkopiah miring dan bersarung ngelinting), (2)mambu rokok (bau rokok) , (3)tangane gudigen
(tangannya berpenyakit kulit). Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) C. Snock Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa.
Maka, jangankan C. Snock Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di Arab. Iihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah . Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah
kemlinthi , sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” (saja). Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”.
Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini sari pati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia. Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.
Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih 10 juta belum tentu mau.
Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa sedang dalam kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian itu bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit. Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan ada di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-kaya.
Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah. Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni. Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa beragama hindu. Hindu itu, orang
kok ngurusin dunia, kastanya keempat: Sudra . Yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana , kasta yang sudah tidak membicarakan dunia. Dibawah
Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih
ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama. Dibawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama. Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta
Paria , yang hidup dengan meminta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.
Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama.
Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini. Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhairawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco. Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang. Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa.
Akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu
ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara. Supaya bisa ngrogoh sukmo , semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus. Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau tumbuh Sumanto. Ketika sudah pada bisa
ngrogoh sukmo , ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya
ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya
santet . Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet .
Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet . 1500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka dari Turki Utsmani mengirim kembali ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa, namanya Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki Syekh Subakir, kemudian mereka diusir, ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro. Karena Syekh Subakir sepuh, dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi), melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik. Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah . Maka kita punya adat tumpengan. Kalau ada orang banyak komentar mem-
bid’ah -kan, diceritain ini. kalau
ngeyel , didatangi: tapuk mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.
Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di (daerah) Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro. Disana punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.
Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.
Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang. Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan:
“……………. masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”
Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”
Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi. Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.
Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau mananam
syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan. Kalau sekarang dibalik:
akhi, ukhti . Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada . Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat.
Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati. Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya? Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi .
Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang. Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi:
yen ing tawang ono lintang, cah ayu . Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nucuki sabun wangi . Lihat enthok:
menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.
Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan. Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia. Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )
Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuangya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.
Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah . Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer . Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta. Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang , ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji
Bondowoso , kemudian bisa perkasa. Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.
Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar. Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar .
Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang :
kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi. Maka menurut NU ada ngapati, mitoni , karena itu turunnya nyawa.
Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal
Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.
Setelah Mijil , tembangnya Kinanti . Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya. Anak
Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak.
Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai
ndablek , bandel.
Apalagi, setelah Sinom, tembangnya
Asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati.
Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang
Dhandanggula . Merasakan manis dan pahitnya kehidupan.
Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma. Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya.
Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang
Pangkur . Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.
Terakhir, tembangnya Pucung . Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong
Sluku-sluku Bathok , dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut , maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).
Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nakir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir, karena tidak bisa mengucapkan Allah. Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya
alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”
Maka, seperti ini itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya:”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok . Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tapuk mulutnya!
Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu. Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.
Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.
Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil. Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi . Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.
Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir , tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu
sanopo lambang shalat.
Disini itu, apa-apa dengan lambang, simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung.
Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga.
Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat
‘imaadudin , lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor , berayun-ayun. Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebung, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua.
Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu,
kok tidak datang-datang. Padahal tugas imam adalah menunggu makmum. Ditunggu memakai pujian.
Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya –
wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin . Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk.
Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para makmum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.
Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allau Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah .
Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek , geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho , sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaanya dilantunkan dengan keras, agar makmum tahu apa yang sedang dibaca imam.
Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair:
kanjeng Nabi Muhammad,
lahir ono ing Mekkah,
dinone senen,
rolas mulud tahun gajah .
Inilah cara ulama-ulama dulu mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.
Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut.
Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir. Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing.
Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.
Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya.
“Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.
Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di
uber-uber .
Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:
Gundul-gundul pacul, gembelengan
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x
Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun .
Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar. Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan . Kalau kepala memangku amanah rakyat
kok gembelengan , menjadikan
wangkul ngglimpang , amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.
Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi. Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan. Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan,menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda. Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut
wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.
Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada pertanggungjawaban. Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggungjawabi disebut
ra’iyyah . Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini
kok banyak yang bilang tidak Islam.
Nah , sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini,
dzaahiran wa baatinan , akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama. Meski, nama ini tidak gagah. KH. Ahmad Dahlah menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.
Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in .
Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut. Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya
tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa?
Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.
Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali. Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng. Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath, murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.
Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.
Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf
Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran. Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman.
Tetapi begitu para sahabat wafat,
tabi’in harus mengajari dibawahnya. Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.
Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.
Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”. Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”. Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya
ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga . Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.
Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam.
Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut. Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran. Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung. Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.
Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama . Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir. Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika
“wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya.
Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran. Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.
Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten . Kalimah sahadat jadi
kalimosodo . Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu. Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim . Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia. Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi.
Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris. Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang. Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama.
Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia. Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas
nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja.
Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad saw.

Tulisan ini adalah resume ceramah Kiai Ahmad Muwaffiq (PWNU DIY) di Halaman TPQ Matholi’ul Falah, Dk. Pesantren, Ds. Sembongin, Kec. Banjarejo, Kab. Blora, Jawa Tengah, pada 06 Agustus 2016.  SEMOGA BERMANFAAT

Jumat, 26 Mei 2017

PUASA ULAT DAN ULAR

PUASA ULAR VS PUASA ULAT

KEWAJIBAN PUASA sesungguhnya tidak hanya diwajibkan kepada manusia saja.
Beberapa jenis HEWAN juga melakukan PUASA untuk mendapatkan KUALITAS dan kelangsungan HIDUP nya.

Banyak contoh, misalnya ;
Puasanya INDUK AYAM, yang mengeram sehingga mengubah telur menjadi makhluk baru yang berbeda bentuk yang disebut anak ayam.

Di antara sekian banyak PUASA HEWAN, ada yang dapat kita ambil pelajaran agar PUASA kita mencapai DERAJAT TAQWA, yaitu Puasanya ULAR dan Puasanya ULAT.

A. PUASA ULAR
Agar mampu menjaga kelangsungan hidupnya, salah satu yang harus dilakukan ULAR adalah mengganti kulitnya secara berkala.
Tidak serta merta ular bisa menanggalkan kulit lama.
Dia harus berPUASA tanpa makan dalam kurun waktu tertentu.
Setelah PUASA nya SELESAI, maka kulit luar terlepas dan muncullah kulit baru.

Hikmahnya:
1. WAJAH ular sebelum dan sesudah puasa tetap SAMA.
2. NAMA ular sebelum dan sesudah puasa tetap sama, yakni ULAR.
3. MAKANAN ular sebelum dan sesudah puasa tetap SAMA.
4. CARA BERGERAK sebelum dan sesudah puasa tetap SAMA.
5. TABIAT dan SIFAT sebelum dan sesudah puasa tetap SAMA.

B. PUASA ULAT
Hewan yang satu ini, termasuk paling rakus.
Hampir sepanjang waktunya dihabiskan untuk makan.
Tapi begitu sudah tiba saatnya, dia lakukan perubahan dengan cara berPUASA.
Puasa yang benar-benar dipersiapkan untuk MENGUBAH KUALITAS HIDUP nya.
Dia mengasingkan diri, badannya dibungkus rapat dan tertutup dalam kokon, sehingga tak mungkin lagi melampiaskan hawa nafsu makannya.
SETELAH berminggu-minggu PUASA, keluarlah dari kokon, seekor MAKHLUK BARU yang sangat indah bernama KUPU-KUPU.

Hikmahnya:
1. WAJAH ulat sesudah puasa berubah INDAH MEMPESONA
2. NAMA ulat sesudah puasa berubah menjadi KUPU-KUPU
3. MAKANAN ulat sesudah puasa berubah MENGISAP MADU
4. CARA BERGERAK ketika masih jadi ulat menjalar, setelah puasa berubah TERBANG di awang-awang.
5. TABIAT dan SIFAT berubah total.
Ketika masih jadi ulat menjadi perusak alam, pemakan daun.
Begitu menjadi kupu-kupu menghidupkan dan membantu kelangsungan kehidupan tumbuhan dengan cara membantu PENYERBUKAN BUNGA.

PESAN MORAL nya :
Semoga ibadah PUASA KITA mampu meng-HIJRAH-kan diri kita jadi seMAKIN TAQWA dan mampu KHAIRUNNAS ANFAUHUM LINNAS (sebaik-baik manusia ialah yang dapat memberikan manfaat bagi manusia lainnya).

Kamis, 25 Mei 2017

PESAN GUSDUR (SHOLAT)

"NASEHAT GUS DUR TENTANG SHOLAT"

Bila engkau anggap sholat itu hanya penggugur kewajiban, maka kau akan terburu-buru mengerjakannya.

Bila kau anggap sholat hanya sebuah kewajiban, maka kau tak akan menikmati hadirnya Allah saat kau mengerjakannya.

Anggaplah sholat itu pertemuan yang kau nanti dengan Tuhanmu.

Anggaplah sholat itu sebagai cara terbaik kau bercerita dengan Allah SWT.

Anggaplah sholat itu sebagai kondisi terbaik untuk kau berkeluh kesah dengan Allah SWT.

Anggaplah sholat itu sebagai seriusnya kamu dalam bermimpi.

Bayangkan ketika "adzan berkumandang", tangan Allah melambai ke depanmu untuk mengajak kau lebih dekat dengan-Nya.

Bayangkan ketika kau " takbir", Allah melihatmu, Allah senyum untukmu dan Allah bangga terhadapmu.

Bayangkanlah ketika "rukuk", Allah menopang badanmu hingga kau tak terjatuh, hingga kau rasakan damai dalam sentuhan-Nya.

Bayangkan ketika "sujud", Allah mengelus kepalamu. Lalu Dia berbisik lembut di kedua telingamu: "Aku Mencintaimu hamba-Ku".

Bayangkan ketika kau "duduk di antara dua sujud", Allah berdiri gagah di depanmu, lalu mengatakan: "Aku tak akan diam apabila ada yang mengusikmu".

Bayangkan ketika kau memberi "salam", Allah menjawabnya, lalu kau seperti manusia berhati bersih setelah itu.

Senin, 22 Mei 2017

SEPENGGAL CERITA GUS DUR

Melihat Foto Gus Dur di Ponpes Papua Ini, Seluruh Suku Tunduk Tidak Jadi Usir Kiai Pesantren
Oleh Darto Syaifudin
DutaIslam.Com - Cerita berawal dari profesi saya sebagai penjual ayam, yang
alhamdulillah lumayan sukses. Banyak masyarakat Papua, baik pendatang maupun asli sana yang jadi pelanggan ayam saya. Namun, dalam menyembelih ayam-ayam itu, mereka masih belum dikatakan sempurna secara syar'i.
Dari situlah awal saya memberikan sedikit demi sedikit arahan soal menyembelih hewan. Alhamdulillah banyak yang meniru. Di Papua sini komunitas muslim sangat minoritas. Sebetulnya banyak kelompok Islam baru yang bermunculan, namun berhaluan keras. Sehingga masyarakat asli merasa terusik dan tentu tidak begitu tertarik atas kehadiran mereka.
Karena itulah ketika kami membangun Pondok Pesantren Madrasatul Qur'an (PPMQ) di Papua Barat, mereka mengira bahwa kami sama dengan komunitas muslim garis keras yang tidak simpatik kepada orang Papua dan juga adat Papua. Berkat pertolongan Allah, alhamdulillah lama-kelamaan mereka mengetahui siapa kami dan bahkan mau belajar Al-Quran kepada kami, yang hanya penjual ayam ini.
Saya tidak punya ilmu Al-Quran sebaik dan sepandai sahabat-sahabat santri lain. Saya hanya bisa alif ba', ta' . Namun semua aktivitas mengajar Qur'an kami lakukan dengan ikhlas, sesuai nasihat Romo Kiai Yusuf Masyhar.
Awal berdiri, semua menolak kehadiran PPMQ Al-Qalam. Bahkan dari pihak lintas gereja pun menolak keras (maaf, saya ngetik ini sambil menangis karena ingat waktu itu). Majelis Rakyat Papua juga menolak.
Kami dikepung. Tempat kami dikelilingi pelbagai macam sajam, tombak, panah, parang dan lainnya, hendak mengusir kami dari bumi Papua. Mereka pun merangsek masuk ke dalam pondok, ke ruang utama. Di saat itulah mereka melihat logo NU, foto Gus Dur, Kalender Tebuireng dan MQ, serta foto Mbah Hasyim dan lainnya.
Melihat semua itu, kepala suku besar berteriak ke orang-orang sudah siap dengan senjatanya di luar pondok, "Berhenti, kau punya pesantren ada hubungan apa dengan Tebuireng dan foto-foto ini?". Saya hanya diam tidak menjawab. Kondisi saat itu benar-benar mencekam.
Setelah itu, mereka meletakkan senjata semua. Duduk dengan hormat mengikuti kepala suku besarnya. Mereka berteriak, "Gus Dur... Gus Dur,.. kita punya orang tua... NU kita punya saudara...". Ya Allah ya Rabb .
Lalu mereka berkata langsung ke saya, "Pak ustadz, mulai detik ini kami yang menjaga pesantren ini, kami yang jaga". Lalu mereka berteriak bersama-sama tanda mendukung.
Alhamdulillah sampai detik ini pesantren kita berdiri, dengan dukungan mereka, sahabat kami semua, yang mengakui dan tunduk menghormati Gus Dur sebagai orang tua. Masyaallah. Terimakasih kepada kepala suku, Gus Dur dan NU.
Sahabatku semua, ini kisah nyata yang kami alami di Papua Barat. Banyak yang belum saya ceritakan. Insyaallah lain waktu saja. Doa, berkah, serta ridho guru-guru kita di pondok pesantren sangatlah penting. Sekali lagi, berpeganglah pada Al-Quran dan berdakwalah dengan akhlak yang sejuk. Semua akan membantu. [ dutaislam.com/ab ]
Darto Syaifuddin, pengasuh PP Tahfidz Madrasatul Qur'an Al-Qolam, Papua Barat,
alumni Madrasatul Qur'an Tebuireng tahun 2000.

http://www.dutaislam.com/2017/05/melihat-foto-gus-dur-di-ponpes-papua-ini-seluruh-seku-tunduk-tidak-jadi-usir-kiai-pesantren.html?m=1

Sabtu, 20 Mei 2017

POTRET BERITA INDONESIA

DRAMA ALA INDONESIA
😁😁😁

*DRAMA INDAH MASA KINI*

WARTAWAN:
Pak Menteri, Bapak lebih suka makan ayam goreng atau gulai kambing?

MENTERI:
Wah, saya suka ayam goreng, Dik.

WARTAWAN:
Ayam goreng pakai tepung atau tidak, Pak?

MENTERI:
Ya, Pakai tepung saya suka.

WARTAWAN:
Seperti model KFC atau McD itu ya, Pak?

MENTERI:
Ya, kurang lebih mirip begitulah.

*HEADLINE DI MEDIA*
Menteri Anu Lebih Suka Ayam Goreng KFC Model AMERIKA dan Tidak Suka Gulai Kambing Tradisional dari Indonesia.

KEMUDIAN *Wartawan Media online MENULIS*=
TERLALU! Gaya Hidup Menteri Anu Kebarat-baratan

Si Fulan membaca,
lalu *bikin status di FB* = Hati-hati dengan Menteri Anu yang mendukung bisnis Liberal-Kapitalis
daripada pertumbuhan ekonomi kerakyatan.

*Wartawan Online Abal-abal menulis* =
Menteri Anu benci kepada daging kambing makanan Rasulullah SAW

*Si KOnyol menulis Tweet* =
Astaghfirullah. Ada upaya penyesatan Akidah! Kambing yang disukai Rasul dianggap tidak baik oleh Menteri Anu. Kita sedang digiring kepada cara pandang kafir.

*Akhirnya Si Menteri, bludreg*
Alias darah tinggi
Jatuh sakit dan dirawat di Rumah Sakit.

*Tapi Si Bonyok nulis pesan di Grup WASAP* = Mampus lo menteri Anu! Kualat! Berani-beraninya membenci Rasulullah.

***
Akhirnya, berita itu viral dan semua bahagia selamanya. Begitulah indahnya drama berita kita. Merdeka!!!

*Begitulah kira2 yg terjadi di dunia nyata mau pun maya di "era kekinian" di Neg kita akhir2 ini ...* hi hi hi 😁😀😁

*TAMAT*

KALA ISTRI MENUNDA AHOLAT

Seorang suami bertanya pada istrinya : " Sudah shalat ashar ?
"belum, jawab istrinya pendek.
Suami bertanya lagi : " kok belum shalat,?"
ketus istrinya menjawab : " aku baru saja pulang, capek sekali dan aku ketiduran tadi "...
suaminya menimpali : " baiklah ... bangun dan shalatlah ashar dan maghrib sekaligus, sebentar lagi sudah mau masuk waktu isya "

Pada keesokan harinya suami pergi untuk tugas ke luar kota ... seperti biasa seharusnya si suami menelpon istrinya bila telah tiba dengan selamat di tempat kerjanya . Si istri menunggu berjam-jam telepon dari suaminya namun si suami tak juga menghubunginya... pemberitahuan dengan SMS singkat pun tidak ada ...si istripun mulai cemas, ini bukan kebiasaan suaminya ... ia berpraduga macam2 dan amat khawatir dengan keselamatan sang suami ... berkali2 ia mencoba menghubungi HP suaminya ... terhubung tapi tidak diangkat

Setelah beberapa jam akhirnya si suami mengangkat HP nya ... terbata2 si istri bertanya : " suamiku apakah engkau telah tiba dengan selamat ? " ...
" Ya, alhamdulillah '' jawab suami pendek ...
" kapan sampainya ? " si istri bertanya lagi ...
cuek si suami menjawab ; " saya sampai kira-kira 4 jam yang lalu " ...
dengan nada marah si istri berkata lagi : " 4 jam yang lalu dan tidak menghubungi aku ?? " ...
masih dengan nada malas si suami menjawab : " aku merasa capek sekali dan aku ketiduran sebentar " ...
si istri menimpali : " berapa menit sih kalau harus menelponku ??? cuma sebentar masa ngak bisa ??? apa ngak kedengaran bunyi HP mu waktu tadi aku menghubungi berkali2 ?? " ...
" ya ... aku dengar " jawab suami ...
dengan suara sedih si istri berkata ; " kok gitu sih .. apa sudah ngak sayang padaku lagi ?? " ...
si suami menimpali : " aku amat sayang padamu ... tapi kemarin mengapa engkau tidak menyahuti seruan azan ashar dan bersegera shalat, bukankah shalat itu hanya sebentar, bagaimana nanti aku bila ditanya ALLAH tentang perbuatanmu itu ... apakah engkau sudah tidak sayang padaku ? " ....
di ujung HP sambil terisak si istri berkata : " engkau benar suamiku ... aku mohon maaf ... aku berjanji untuk tidak mengulanginya lagi " ...
sejak saat itu si istri tidak pernah lagi mengakhirkan shalat bila telah tiba waktunya ....

Sungguh ... orang yang benar mencintaimu adalah orang mendorongmu ke depan untuk berjalan bersama di jalannya ALLAH..ia akan terus menyokongmu agar engkau tidak berpaling ataupun mundur ke belakang..

Siapapun yang MEMBACA status ini, bimbinglah dia Yang Allah...dan semoga selalu diberikan Hidayah dan taufiq-MU.... Aamiin....Aamiin Ya Rabbal 'Aalamiin...

Jumat, 19 Mei 2017

FILOSOF ANGKA JAWA

FILOSOFI JAWA

Filosofi bilangan dalam jawa. Dalam bahasa Indonesia :
21 Dua Puluh Satu,
22 Dua Puluh Dua,...s/d
29 Dua Puluh Sembilan.
Dalam bhs Jawa tidak diberi nama Rongpuluh Siji,
Rongpuluh Loro, dst; melainkan
Selikur, Rolikur,...s/d Songo Likur.

Di sini terdapat satuan LIKUR
Yang merupakan kependekan dari (LIngguh KURsi), artinya duduk di kursi.
Pada usia 21-29 itulah pada umumnya manusia mendapatkan “TEMPAT DUDUKNYA”, pekerjaannya, profesi yang akan ditekuni dalam kehidupannya;

Ada penyimpangan pada bilangan 25, tidak disebut sebagai LIMANG LIKUR, melainkan SELAWE.

SELAWE = (SEneng-senenge LAnang lan WEdok).
Puncak asmaranya laki-laki dan perempuan, yang ditandai oleh pernikahan.
Maka pada usia tersebut pada umumnya orang menikah (dadi manten).

Ada penyimpangan lagi nanti pada bilangan 50.
Setelah Sepuluh, Rongpuluh,
Telung Puluh, Patang puluh,
mestinya Limang Puluh.
Tapi 50 diucapkan menjadi SEKET.
SEKET (SEneng KEthonan : suka memakai Kethu/tutup kepala topi/kopiah). Tanda Usia semakin lanjut, tutup kepala bisa utk menutup botak atau rambut yg memutih karena semirnya habis...
Di sisi lain bisa juga Kopiah atau tutup kepala melambangkan orang yang seharusnya sdh lebih taat beribadah...!
Pada usia 50 th mestinya seseorang seharusnya lebih memperbanyak ibadahnya dan lebih berbagi untuk bekal memasuki kehidupan akherat yg kekal dan abadi...!.

Dan kemudian masih ada satu bilangan lagi, yaitu 60, yang namanya menyimpang dari pola, bukan Enem Puluh melainkan SEWIDAK atau SUWIDAK.
SEWIDAK (SEjatine WIs wayahe tinDAK).
Artinya : sesungguhnya sudah saatnya pergi. Sudah matang...
Hrs sdh siap dipanggil menghadap Tuhan..

Semoga bermanfaat smoga tetap sehat semangat walau meh SWIDAK

*yg merasa sewidak punjuL tidak boleh complain.... sambiL nutup kamus bahasa jawa.....yang gak bs bahasa jawa jangan nangis....

#--ELING lan WASPODO--#

SEPUTAR SIHIR

Kisah Nyata Dari Yordan - Dr. Tengku Asmadi bin T. Mohamad
.......................................

Selepas membeli kayu bakar, orang ini kemudian di rumahnya memilih kayu kayu tersebut. Tak terduga, dia mendapati sebuah kayu yang agak aneh, kayu tersebut dibungkus plastik dengan rapi, setelah dibuka ternyata kayu tersebut dipenuhi dengan paku paku dengan pola pakuan yang aneh. Melihat ada yang ganjil, dia pun pergi membawa kayu tersebut ke seorang Syaikh.

Syaikh berkata: "kayu ini adalah tumbal sihir, diperuntukkan atas satu keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan beberapa orang anak, selama paku ini masih menancap, satu keluarga tersebut tengah dalam keadaan sakit, dan hanya Allah yang mengetahui jenis sakitnya .." Lalu Syaikh itu berkata kembali: "Alhamdulillah kamu belum membakar kayu ini, jika itu kamu lakukan, nescaya satu keluarga tersebut akan Mati semua". Berikut cara rawatan sihir sesuai dengan resipi Rasulullah Saw

A. RAWATAN SIHIR

Rawatan sihir boleh dilakukan dengan dua cara:

Pertama, dengan ruqyah yang sesuai syariat

Di antara kaedah yang pernah dipraktikkan dan itu mujarab adalah

1. Mandi dengan air yang telah dicampur daun bidara

Persiapan: Sediakan 7 daun bidara hijau, dan satu baldi air yang cukup untuk mandi.

Caranya:

a. Haluskan daun bidara dengan ditumbuk, dan campurkan ke dalam air yang telah disiapkan.

b. Baca ayat-ayat berikut di dekat air (di luar bilik mandi):

1) Baca ta'awudz: a-'uudzu billahi minas syaithanir rajiim
2) Ayat kursi (QS. Al-Baqarah: 255)
3) QS. Al-A'raf, dari ayat 117 hingga 122
4) QS. Yunus, dari ayat 79 hingga 82
5) QS. Taha, dari ayat 65 hingga 70
6) Surat Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas
7) Minumkan air tersebut di atas 3 kali (boleh gunakan gelas kecil)
8) Gunakan selebihnya untuk mandi.
9) Cara seperti ini boleh dilakukan beberapa kali, hingga pengaruh sihirnya hilang.

(Kaedah ini disebutkan oleh Dr. Said bin Ali bin Wahf al-Qohthani dalam buku beliau Ad-Dua wa Yalihi Al-Ilaj bi Ar-Ruqa, Hal. 35).

2. Membaca beberapa ayat al quran kemudian ditiupkan

Caranya:

a. Baca surat Al-Fatihah, ayat kursi, dua ayat terakhir surat Al-Baqarah, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas.
b. Ulangi sebanyak 3 kali atau lebih
c. Baca ayat di atas, sampil ditiupkan dan diusapkan ke bahagian tubuh yang sakit.
d. Baca doa-doa ketika menjenguk orang sakit.

Kedua, menghancurkan simpul sihir

Cara kedua ini adalah kaedah menghilangkan sihir yang paling mujarab. Hanya saja, cara kedua ini agak sukar dilakukan, kerana perlu diketahui simpul sihir yang ditanam oleh dukun. Jika simpul sihir ini boleh dihancurkan maka pengaruh sihir akan hilang total. Simpul ini bak pengkalan tentera bagi si dukun untuk menyihir objek sasaran.

Sebagaimana hal ini pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti yang disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Berikut redaksi kisah yang lebih lengkap. Redaksi ini disebutkan oleh At-Tsa'alibi dalam tafsirnya dan dinukil oleh Ibnu katsir:

Dari Ibnu Abbas dan A'isyah radhiyallahu 'anhuma menceritakan:

Dulu ada seorang remaja Yahudi yang menjadi pelayan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga, datanglah beberapa orang Yahudi menemui anak ini. Sampai akhirnya si remaja ini mengambil rontokan rambut kepala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan potongan sikat rambut, dan dia berikan kepada orang Yahudi. Akhirnya, mereka gunakan rambut ini sebagai bahan untuk menyihir Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Pelaku sihir adalah seorang Yahudi Bani Zuraiq, namanya Labid bin A'sham. Simpul sihir dari rambut tersebut di tanam di telaga milik Bani Zuraiq, namanya sumur Dzarwan.

Kerana pengaruh sihir ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jatuh sakit, sehingga rambut beliau mudah gugur. Beliau seolah-olah melakukan sesuatu dengan isterinya padahal tidak melakukan apa-apa. Sampai akhirnya beliau bermimpi, beliau melihat ada dua malaikat yang datang. Yang satu duduk di dekat kepala beliau dan yang satu duduk di dekat kaki beliau.

Malaikat pertama bertanya, "Apa yang terjadi dengan orang ini?" "Dia tersihir." Jawab malaikat kedua. "Siapa yang menyihir?" Tanya malaikat pertama. "Labid bin A'sham orang Yahudi." Jawab malaikat kedua. "Dengan apa dia disihir?" Jawabnya: "Dengan rambut dan potongan sikat." "Di mana simpul sisirnya?" Jawabnya: "Dibungkus kulit mayang kurma, ditindih batu, di dalam sumur Dzarwan." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terbangun. Kemudian beliau berangkat ke sumur Dzarwan di Bani Zuraiq bersama Ali bin Abi Talib, Zubair bin Awam, dan Ammar bin Yasir.

Ali diperintahkan untuk mengambil batu itu, untuk mengeluarkan bungkus simpul sihir. Ketika itu, Allah menurunkan dua surat Al-Muawidzatain (surat Al-Falaq dan An-Nas). Sebelumnya, Ali bin Abi Talib diperintahkan untuk membaca dua surat tersebut. Ternyata di dalamnya ada beberapa helai rambut dan potongan sisirnya. Di sana juga ada ikatan buntalan jumlahnya ganjil. Selanjutnya benda itu dimusnahkan dan sumurnya ditutup.

Seketika itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam langsung terasa ringan dan hilang pengaruh sihirnya. Setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kembali, beliau sampaikan kepada isterinya:

يا عائشة, كأن ماءها نقاعة الحناء, أو كأن رءوس نخلها رءوس الشياطين

"Hai Aisyah, air perigi itu seperti terkena daun pacar (inai). Atau seolah pangkal mayang kurma seperti kepala syaitan. "(HR. Bukhari 5763)

Imam Ibnul Qoyim dalam Zadul Ma'ad berkata:

Cara menyembuhkan sakit ini ada dua, di antaranya adalah mengeluarkan sumber sihir dan memusnahkan ia. Ini adalah cara yang paling sempurna. Sebagaimana terdapat riwayat yang sahih daripada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahawa beliau berdoa kepada Allah tentang sumber sihir yang menimpa beliau, kemudian Allah tunjukkan bahawa pangkalnya ada di dalam sumur, dengan rambut dan potongan sikat dibungkus mayang kurma jantan. Ketika benda itu dikeluarkan, pengaruh sihir itu langsung hilang, seolah beliau baru bebas dari ikatan. Inilah kaedah yang paling ampuh untuk mengubati orang yang terkena sihir. Seperti halnya menghilangkan sumber penyakit dalam tubuh (Zadul Ma'ad, 4: 113)

B. PENCEGAHAN DARI SIHIR

1- Dalam setiap keadaan senantiasa mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dan bertawakkal kepadaNya, serta menjauhi perbuatan syirik dengan segala bentuknya.

2- Melaksanakan setiap kewajiban-kewajiban yang Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan, dan menjauhi setiap yang dilarang, serta bertaubat dari setiap perbuatan dosa dan kejelekan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ibnu' Abbas Radhiyallahu 'anhu:

يا غلام! إني أعلمك كلمات, احفظ الله يحفظك ...

"Wahai anak, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kalimat. Jagalah Allah, nescaya Allah akan menjagamu ..." [HR Tirmidzi]

3. Tidak membiarkan anak-anak berkeliaran saat akan terbenamnya matahari. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Jika malam telah masuk -jika kalian berada di sore hari-, maka tahanlah anak-anak kalian. Sesungguhnya setan berkeliaran pada waktu itu. Tatkala malam telah datang sejenak, maka lepaskanlah mereka". [HR Bukhari Muslim].

4- Membersihkan rumah dari salib, patung-patung, binatang yang dipelihara dan gambar-gambar yang bernyawa serta anjing. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, bahawa Malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat hal-hal di atas. Demikian juga dibersihkan dari peranti-peranti yang melalaikan, gitar, piano, seruling dan muzik.

5. Memperbanyak membaca Al Qur`an dan manjadikannya sebagai dzikir harian. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahawa Rasulullah Shallallahu' alaihi wa sallam bersabda:

لا تجعلوا بيوتكم مقابر إن الشيطان ينفر من البيت الذي تقرأ فيه سورة البقرة

"Janganlah menjadikan rumah-rumah kalian layaknya kuburan. Sesungguhnya syaitan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat Al Baqarah". [HR Muslim]

6- Membentengi diri dengan doa-doa dan ta'awudz serta dzikir-dzikir yang disyariatkan, seperti dzikir pagi dan sore, dzikir-dzikir setelah shalat fardhu, dzikir sebelum dan sesudah bangun tidur, do'a ketika masuk dan keluar rumah, do ' a ketika naik kenderaan, do'a ketika masuk dan keluar masjid, do'a ketika masuk dan keluar bilik mandi, do'a ketika melihat orang yang mandapat musibah, serta dzikir-dzikir yang lain.

Ibnul Qayyim berkata, "Sesungguhnya sihir para penyihir itu akan bekerja secara sempurna bila mengenai hati yang lemah, jiwa-jiwa yang penuh dengan syahwat yang senanantiasa bergantung kepada hal-hal rendahan. Oleh sebab itu, umumnya sihir banyak mengenai para wanita, anak-anak, orang-orang bodoh, orang-orang pedalaman, dan orang-orang yang lemah dalam berpegang teguh kepada agama, sikap tawakkal dan tauhid, serta orang-orang yang tidak mempunyai bahagian sama sekali dari dzikir-dzikir Ilahi, doa-doa, dan ta'awwudzaat nabawiyah. "[Zaadul Ma'ad (4/116)]

7. Memakan tujuh butir kurma 'ajwah setiap pagi hari. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

من تصبح كل يوم سبع تمرات عجوة لم يضره في ذلك اليوم سم ولا سحر

"Sesiapa yang makan tujuh butir kurma 'ajwah pada setiap pagi, maka racun dan sihir tidak akan mampu membahayakannya pada hari itu". [HR Bukhari dan Muslim]

Semoga bermanfaat, jangan lupa sebarkan pada yang lain.

Kopas : KabarMakkah.com

Senin, 15 Mei 2017

Belajar Rendah Hati dari Anjing

Suatu malam, Abu Yazid Al-Busthomi sedang berjalan sendirian. Lantas ia melihat seekor anjing berjalan ke arahnya. Anjing itu cuek saja jalan, tidak menghiraukannya. Namun ketika jarak anjing itu makin dekat dan akan berpapasan dengannya, Al-Busthomi mengangkat gamisnya, khawatir tersentuh anjing yang najis itu.

  ;
Spontan anjing itu berhenti dan memandangnya. Entah bagaimana Abu Yazid seperti mendengar anjing itu berkata padanya, “Tubuhku kering dan tidak akan menyebabkan najis padamu. Bila pun engkau merasa terkena najis, engkau tinggal basuh 7x dengan air dan tanah, maka najis di tubuhmu itu akan hilang. Namun jika engkau mengangkat gamismu karena menganggap dirimu yang berbaju badan manusia lebih mulia, dan menganggap diriku yg berbadan anjing ini najis dan hina, maka najis yang menempel di hatimu itu tidak akan bersih walau kau basuh dengan 7 samudera”. Abu Yazid tersentak dan minta maaf. Lalu sebagai permohonan maafnya dia mengajak anjing itu untuk bersahabat dan berjalan bersama. Tapi si anjing itu menolaknya. “Engkau tidak pantas berjalan denganku. Mereka yg memuliakanmu akan mencemoohmu dan melempari aku dengan batu. Aku tidak tahu mengapa orang-orang menganggapku begitu hina, padahal aku berserah diri pada Sang Pencipta wujud ini. Lihatlah, aku juga tidak menyimpan dan membawa sepotong tulang pun, sedangkan engkau masih menyimpan sekarung gandum.” Lalu anjing itu pun berjalan meninggalkan Abu Yazid. Abu Yazid masih terdiam, “Duh Gusti, untuk berjalan dengan seekor anjing ciptaan-MU saja aku tak pantas. Bagaimana aku merasa pantas berjalan dengan-MU, ampuni aku dan sucikan hatiku dr najis, Ya Allah.”

Rabu, 10 Mei 2017

DALIL AMALIYAH NU UNTUK MAYIT

Dalil tahlilan Jumlah Hari 3, 7, 25, 40, 100, 360 (setahun) & 1000 hari dari kitab Ahlusunnah (bukan kitab dari Agama Hindu). Silakan baca lebih lanjut.

قال النبي صلى الله عليه وسلم الدعاء والصدقة هدية إلى الموتى

وقال عمر : الصدقة بعد الدفنى ثوابها إلى ثلاثة أيام والصدقة فى ثلاثة أيام يبقى ثوابها إلى سبعة أيام والصدقة يوم السابع يبقى ثوابها إلى خمس وعشرين يوما ومن الخمس وعشرين إلى أربعين يوما ومن الأربعين إلى مائة ومن المائة إلى سنة ومن السنة إلى ألف عام

Rasulullah saw bersabda: "Doa dan shodaqoh yang dihadiahkan kepada mayyit." Umar berkata: "Shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh tujuh hari akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari."

Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak kapan agama Hindu ada Tahlilan?

Berkumpul mengirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.

فلما احتضرعمر أمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثة أيام ، وأمر أن يجعل للناس طعام

، فيطعموا حتى يستخلفوا إنسانا ، فلما رجعوا من الجنازة جئ بالطعام ووضعت الموائد

! فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه ، فقال العباس بن عبد المطلب : أيها الناس

إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد مات فأكلنا بعده وشربنا ومات أبو بكر فأكلنا بعده

وشربنا وإنه لابد من الاجل فكلوا من هذا الطعام ، ثم مد العباس يده فأكل ومد الناس

أيديهم فأكلوا

Ketika Umar akan wafat, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama tiga hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan – hidangan disuguhkan, orang-orang tak mau makan karena sedih. Lalu Abbas bin Abdulmuttalib mengucap ini:

"Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang – orang pun mengulurkan tangannya masing - masing dan makan."

[Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul Ummaal fi Sunanil Aqwaal wal Af’al Juz 13 hlm 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wat Taarikh Juz 1 hal 110]

Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:

قال طاووس : ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام

Imam Thawus berkata: "Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut."

عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا

Dari Ubaid bin Umair ia berkata: "Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari."

Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 Surat aN-Najm (IV/236: Dar el Quthb). Ia mengatakan Imam Syafi'i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir-akhir beliau berkomentar lagi:

فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما ومنصوص من الشارع عليهما

Bacaan Al-Quran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai. Menurut Imam Syafi'i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bcaan al-Quran tidak sampai ke mayit.

Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan Al-Quran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa "Allahumma awshil....dst.". Lalu murid beliau, Imam Ahmad dan kumpulan murid-murid Imam Syafi'i yang lain berfatwa bahwa bacaan Al-Quran sampai.

Pandangan Hanabilah
Syaikhul Islam Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibn Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:

اَمَّا الصَّدَقَةُ عَنِ الْمَيِّتِ فَـِانَّهُ يَنْـتَـفِعُ بِهَا بِاتِّـفَاقِ الْمُسْلِمِيْنَ. وَقَدْ وَرَدَتْ بِذٰلِكَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَحَا دِيْثُ صَحِيْحَةٌ مِثْلُ قَوْلِ سَعْدٍ ( يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِّيْ اُفْتـُلِتـَتْ نَفْسُهَا وَاَرَاهَا لَوْ تَـكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ يَنْـفَـعُهَا اَنْ اَتَـصَدَّقَ عَنْهَا ؟ فَقَالَ: نَـعَمْ , وَكَذٰلِكَ يَـنْـفَـعُهُ الْحَجُّ عَنْهُ وَاْلاُ ضْحِيَةُ عَنْهُ وَالْعِتْقُ عَنْهُ وَالدُّعَاءُ وَاْلاِسْتِـْغفَارُ لَهُ بِلاَ نِزاَعٍ بَيْنَ اْلأَئِمَّةِ .

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”. (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan Al-Qur’an kepada mayit:

فَاِذَا اُهْدِيَ لِمَيِّتٍ ثَوَابُ صِياَمٍ اَوْ صَلاَةٍ اَوْ قِرَئَةٍ جَازَ ذَلِكَ

Artinya: “Jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (Al-Qur’an/kalimah thayyibah), maka hukumnya diperbolehkan”. (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322).

Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;

يُسْـتَـحَبُّ اَنْ يَـمْكُثَ عَلىَ اْلقَبْرِ بَعْدَ الدُّفْنِ سَاعَـةً يَدْعُوْ لِلْمَيِّتِ وَيَسْتَغْفِرُلَهُ. نَـصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِىُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَابُ قَالوُا: يُسْـتَـحَبُّ اَنْ يَـقْرَأَ عِنْدَهُ شَيْئٌ مِنَ اْلقُرْأَنِ وَاِنْ خَتَمُوْا اْلقُرْأَنَ كَانَ اَفْضَلُ . (المجموع جز ٥ ص ٢٥٨)

“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”. Pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat Al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengkhatamkan Al-Qur’an”. 

Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;

وَيُـسْـتَحَبُّ لِلزَّائِرِ اَنْ يُسَلِّمَ عَلىَ اْلمَقَابِرِ وَيَدْعُوْ لِمَنْ يَزُوْرُهُ وَلِجَمِيْعِ اَهْلِ اْلمَقْبَرَةِ. وَاْلاَفْضَلُ اَنْ يَكُوْنَ السَّلاَمُ وَالدُّعَاءُ بِمَا ثَبـَتَ مِنَ اْلحَدِيْثِ وَيُسْـتَـحَبُّ اَنْ يَقْرَأَ مِنَ اْلقُرْأٰنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوْ لَهُمْ عَقِبَهَا وَنَصَّ عَلَيْهِ الشَّاِفعِىُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَابُ. (المجموع جز 5 ص 258)

“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur. Salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)

Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal:

قَالَ: وَلاَ بَأْسَ بِالْقِراَءَةِ عِنْدَ اْلقَبْرِ . وَقَدْ رُوِيَ عَنْ اَحْمَدَ اَنَّـهُ قَالَ: اِذاَ دَخَلْتمُ الْمَقَابِرَ اِقْرَئُوْا اَيـَةَ اْلكُـْرسِىِّ ثَلاَثَ مِرَارٍ وَقُلْ هُوَ الله ُاَحَدٌ ثُمَّ قُلْ اَللَّهُمَّ اِنَّ فَضْلَهُ ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ .

Artinya: “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat Al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur." (al-Mughny II/566).

Dalam al-Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:

وَذَهَبَ اَحْمَدُ ْبنُ حَنْبَلٍ وَجَمَاعَةٌ مِنَ اْلعُلَمَاءِ وَجَمَاعَةٌ مِنْ اَصْحَابِ الشَّاِفـِعى اِلىَ اَنـَّهُ يَـصِلُ . فَاْلاِ خْتِـيَارُ اَنْ يَـقُوْلَ الْقَارِئُ بَعْدَ فِرَاغِهِ: اَللََّهُمَّ اَوْصِلْ ثَـوَابَ مَا قَـرأْ تـُهُ اِلَى فُلاَنٍ . وَالله ُاَعْلَمُ

Artinya: Imam Ahmad bin Hambal dan golongan ulama’ dan sebagian dari sahabat Syafi’i menyatakan bahwa pahala do’a adalah sampai kepada mayit. Dan menurut pendapat yang terpilih: “Hendaknya orang yang membaca al-Qur’an setelah selesai untuk mengiringi bacaannya dengan do’a:

اَللََّهُمَّ اَوْصِلْ ثَـوَابَ مَا قَـرأْ تـُهُ اِلَى فُلاَنٍ

Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan al-Qur’an yang telah aku baca kepada si fulan (mayit)”. (al-Adzkar al-Nawawi hlm. 150). [dutaislam.com/ed]