KISAH LAWAKAN SAHABAT NU'AIMAN & SENYUM 'SANTAI' RASULULLAH ﷺ
Adalah Nu’aiman bin Amr Al-Anshary seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang terkenal suka melawak dan jail. Ia adalah sahabat dari kalangan Anshar. Meski wataknya yang suka melucu, Nu’aiman juga seorang mujahid sejati Islam. Ia merupakan Ashabul Badr karena ikut terlibat dalam Perang Badar bersama Rasulullah ﷺ dan para sahabat yang lainnya.
Namanya memang tidak setenar Nasruddin Hoja atau Abu Nawas, namun gaya bercanda Nu’aiman banyak membuat lelucon atau tingkah konyol -bahkan kejahilan- hingga membuat Rasulullah ﷺ dan para sahabat lainnya tidak kuat menahan tawa. Yang menjadi target kejahilannya tidak hanya sahabat, tapi juga Rasulullah ﷺ.
Lantas bagaimana sikap Rasulullah ﷺ terhadap sahabatnya yang suka melawak -bahkan jahil- seperti Nu’aiman tersebut? Apakah Rasulullah ﷺ pernah marah dengan sikap usil Nu’aiman? Ataukah Rasulullah ﷺ menganggapnya biasa saja? Lalu bagaimana kalau ada sahabat yang tersinggung dengan keusilan Nu’aiman, bagaimana Rasulullah ﷺ ‘meredam’ hal itu?
Dari beberapa kisah tentang Nu’aiman ini, kita bisa menarik kesimpulan tentang sikap Rasulullah ﷺ terhadap Nu’aiman.
Pertama, Memakluminya.
Pada umumnya Rasulullah ﷺ dan para sahabat maklum tentang karakter Nu’aiman yang suka melucu. Rasulullah ﷺ juga biasa saja ketika menjadi sasaran kejahilan Nu’aiman dalam membuat lelucon. Selama tingkah polah Nu’aiman tidak melanggar ajaran agama Islam, mungkin selama itu pula akan dimaklumi.
Kedua, Melarang sahabat lain mencela Nu’aiman.
Tidak semua orang suka dan maklum dengan tingkah Nu’aiman yang jahil dan usil seperti itu. Pasti ada saja pihak-pihak yang jengkel dan tidak suka dengan tingkah laku Nu’aiman. Terkait hal ini, Rasulullah ﷺ sudah memberikan rambu-rambu. Rasulullah ﷺ melarang para sahabatnya untuk mencela Nu’aiman,
"لا تفعل فإنه يحب الله ورسوله"
“Jangan lakukan itu (mencela Nu’aiman) karena dia mencintai Allah dan Rasul-Nya.”
Berikut adalah diantara kisah-kisah Nu’aiman :
Kisah Pertama, Nu’aiman mengerjai Makhrumah dan Sayyiduna Utsman.
Alkisah, ada seorang kakek bernama Makhrumah bin Naufal telah mencapai usia 115 tahun, dimana matanya tidak dapat melihat. Suatu hari dia berdiri di salah satu sudut masjid dan hendak kencing, para sahabat terkejut dan berteriak, “Masjiid..! Masjiiiid...!"
Nu’aiman bin ‘Amr lalu menuntunnya dengan tangannya, kemudian ia membungkuk dengan membawa orang itu di bagian lain dari masjid.
Setelah itu Nu’aiman berkata kepadanya, “Kencinglah disini,” Nu'aiman lalu bergegas pergi... Makhrumah bin Naufal bersiap untuk buang air, para sahabat yang melihat Makhrumah hendak kencing, dimana posisinya masih didalam masjid berteriak lagi Masjiiid..! Masjiiid...!
Makhrumah terkejut dan berkata, “Celaka! Siapakah yang membawaku ke tempat ini?” Para sahabat menjawab, “Nu’aiman.” Makhrumah berkata, “Sungguh jika aku beruntung aku akan memukulnya dengan tongkatku!”
Maka berita itu sampai pada Nu’aiman, lalu Nu’aiman menunggu beberapa hari, kemudian datang kepada Makhrumah di masjid, dan berkata kepada Makhrumah dengan suara yang diubah, “Apakah kamu menginginkan Nu’aiman? “
Makhrumah menjawab, “Ya,” maka Nu’aiman menuntunnya sehingga berhenti di belakang khalifah Utsman bin Affan (yang sedang shalat), lalu Nu’aiman berkata. “Di depanmu itu Nu’aiman.”
Maka Makhrumah memukulkan tongkat itu kepada Utsman sehingga Sayyiduna Utsman pingsan... sementara Nu’aiman melarikan diri...
Kisah kedua, Nu'aiman menghadiahi Rasulullah ﷺ Madu.
Diceritakan bahwa suatu hari Nu’aiman ingin menghadiahi Rasulullah ﷺ seguci madu. Namun karena ia tidak memiliki uang, maka akhirnya Nu’aiman menyuruh penjual madu untuk menghantarkan madunya kepada Rasulullah ﷺ, sebagai hadiah kepada Rasulullah ﷺ.
“Nanti kamu minta juga uang harganya,” kata Nu’aiman kepada penjual madu.
Saat bertemu Rasulullah ﷺ, penjual madu tersebut mengatakan sebagaimana yang diminta Nu’aiman. Rasulullah ﷺ memberikan sejumlah uang kepada penjual madu itu. Jadilah Rasulullah ﷺ mendapatkan hadiah madu, sekaligus tagihan harganya.
Setelah kejadian itu, Rasulullah ﷺ memanggil Nu’aiman. Beliau menanyakan mengapa Nu’aiman melakukan hal itu.
“Saya ingin berbuat baik kepada Anda ya Rasulullah ﷺ, tapi saya tidak punya apa-apa,” jawab Nu’aiman sehingga membuat Rasulullah ﷺ tersenyum.
Kisah ketiga, Nabi ﷺ mengganti kerugian akibat kejahilan Nu’aiman.
Tidak hanya memaklumi Nu’aiman, bahkan Rasulullah ﷺ mengganti kerugian akibat kejahilan yang dilakukan sahabatnya itu. Selain cerita di atas, ada satu kejadian yang membuat Rasulullah ﷺ mengganti apa yang telah diperbuat Nu’aiman. Meski demikian, Rasulullah ﷺ tidak marah. Bahkan beliau tersenyum karena apa yang dilakukan Nu’aiman memang ‘menggelitik.’
Ceritanya, suatu ketika para sahabat berkata kepada Nu’aiman bahwa sudah lama tidak makan daging unta. Mereka lantas memiliki ide untuk menyembelih unta seseorang yang tengah bertamu kepada Rasulullah ﷺ. Nu’aiman langsung saja menyambut ide tersebut. Unta tamu Rasulullah ﷺ tersebut akhirnya jadi disembelih Nu’aiman.
Tamu Rasulullah ﷺ yang mengetahui untanya disembelih tersebut langsung mengadu kepada Rasulullah ﷺ. Setelah ditanya, para sahabat yang memiliki ide makan daging unta tersebut menjawab bahwa yang melakukan itu adalah Nu’aiman. Salah seorang dari mereka lalu menunjukkan kepada Rasulullah ﷺ dan tamunya tempat persembunyian Nu’aiman. Saat ditanya Rasulullah ﷺ mengapa melakukan itu, jawaban Nu’aiman malah membuat Rasulullah ﷺ tersenyum.
“Tanyakan saja kepada orang yang menunjukkan kepadamu tempat persembunyianku,” jawab Nu’aiman. Rasulullah ﷺ lalu memberikan ganti rugi kepada pemilik unta tersebut dengan jumlah yang lebih dari pada cukup.
Kisah keempat, Nu’aiman dikabarkan sakit mata, dan Nabi pun ﷺ menengoknya.
Namun apa yang terjadi saat Nabi ﷺ menjenguknya? Ternyata Nu’aiman sedang asyik makan kurma. “Apa boleh makan kurma, matamu kan sedang sakit?” tanya Nabi ﷺ. Dengan santai Nu’aiman menjawab, “Saya mengunyah dari arah mata yang tidak sakit, Nabi.” Konon, jawaban tersebut membuat Nabi ﷺ tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya.
Kisah kelima, Saat Nu’aiman berangkat bersama Abu Bakar ke Bashrah untuk berniaga.
Bersama mereka ikut pula Suwaibith, yang bertugas membawa perbekalan. Nu’aiman meminta kepada Suwaibith agar diberi makanan, tapi ditolaknya karena bos mereka sedang tidak di tempat. “Tunggulah sampai Abu Bakar datang,” katanya. Nu’aiman jengkel, lalu mengeluarkan ‘ancaman’, “Tunggu pembalasanku!”
Nu’aiman lantas menemui beberapa orang, menawarkan budaknya dengan harga sangat murah, sambil membocorkan kelemahannya, yaitu budaknya sering mengaku dirinya seorang merdeka. Yang ditawari setuju, lalu bersama Nu’aiman mereka menuju ke tempat Suwaibith duduk. Nu’aiman menunjuk kepadanya. Tentu saja Suwaibith berontak sambil mengatakan dirinya bukan budak. Tapi si pembeli berkeras mengikatnya dan berkata, “Kami sudah paham sifatmu.” Untung Abu Bakar segera datang dan urusan jadi gamblang.
Ketika peristiwa tersebut diceritakan kepada Nabi ﷺ, beliau tertawa, bahkan sepanjang tahun setiap beliau ingat atau diingatkan. Nu’aiman adalah pembawa kegembiraan. Mungkin karena itu, Nabi ﷺ pernah berkata,
"يدخل الجنة وهو يضحك"
“Nu’aiman akan masuk surga sambil tertawa, karena ia sering membuatku tertawa.”
S a h a b a t . . .
Cerita-cerita tentang Nu’aiman diatas menyegarkan ingatan kita bahwa Nabi ﷺ adalah pribadi yang ceria, suka tertawa, bercanda, dan tidak melulu bersikap resmi. Beliau biasa bersenda gurau dengan para sahabat dan istri-istrinya. Sayangnya, riwayat-riwayat tentang sisi manusiawi yang humoris ini jarang diedarkan. Nabi ﷺ dihadirkan sebagai sosok yang lurus, kaku, dan hanya suka memberikan perintah atau gemar melarang-larang saja.
Minimnya cerita semacam itu barangkali ikut bertangung jawab atas meruyaknya sikap keberagamaan yang rigid. Sebagai umat Nabi ﷺ, kita berhasrat meneladaninya secara penuh. Kita meninggalkan sesuatu yang dibenci Nabi ﷺ dan berusaha menyukai apa saja yang Beliau ﷺ senangi. Apa saja, mulai warna pakaian, jenis makanan, cara makan, cara berobat, berjalan, sampai posisi tidur. Tapi kita sering melupakan sikap lapang dada dan humorisnya. Jadilah kita sedikit-sedikit merasa dihina, dilecehkan, lalu murka dan teriak-teriak. Padahal jika Nabi ﷺ bersikap demikian, tentulah seorang Nu’aiman akan segan bertingkah konyol kepada beliau ﷺ.
Semoga kisah-kisah ini menjadi "jobb segarr" dan bermanfaat untuk kita semua...
#AAMIIN...
#SHALLÛALANNABIMUHAMMAD...
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نُورِكَ السَّارِي وَمَدَدِكَ الجَارِي واجْمَعْنِي بِهِ فِي كُلِّ أَطْوَارِي وَعَلىَ آلِهِ وصَحْبِهِ يَانُورْ
📚 Sumber :
- Ihyã' 'Ulumuddîn, Kitãbu Ãfãtil Lisãn-bab An-Nahyu 'Anil Li'ãn, juz 3 hal. 121.
- Al-Sirah Al-Halabiyyah juz 2 hal. 375.
- Al-Istî'ãb Fî Ma'rifatil 'Ashhãb juz 1 hal. 848.
- Al-Wãfî Bil Wãfiyãt juz 7 hal. 346.
- Al-Ishãbah juz 5 cetakan Dãr Al-Fikri
- Ibn Sa'd Fî Ath-Thabaqãt juz 3 hal. 494.